Kabar kepergian Paus Fransiskus selalu menggema ke seluruh penjuru dunia dan menarik perhatian. Dunia seakan berhenti sejenak, menundukkan kepala memberi hormat kepada seorang pemimpin yang meninggalkan warisan ajaran dan teladan selama memimpin umat Katolik.
Sosok sederhana ini juga menorehkan kesan mendalam hingga detik-detik terakhir prosesi pemakamannya. Peti jenazah Paus Fransiskus ternyata mendapat perlakuan spesifik. Bagian dalamnya dilapisi lembaran seng sebelum akhirnya dimakamkan.
Mengapa ada lapisan seng pada peti jenazah beliau? Ternyata ada alasan kuat di balik keputusan ini.
Sebagai paus yang dikenal dengan kesederhanaannya, Paus Fransiskus selalu menekankan pentingnya hidup tanpa kemewahan. Bahkan menjelang akhir hayatnya, ia tetap konsisten dengan nilai-nilai yang ia yakini. Penggunaan seng dalam peti jenazahnya bukan hanya sekadar perlindungan, tetapi juga memiliki simbolisme yang kuat.
Berdasarkan Informasi yang beredar luas, termasuk dilansir dari Vatican News dan laporan kantor berita Reuters, mengonfirmasi penggunaan peti jenazah kayu yang dilapisi seng di bagian dalam untuk Paus Fransiskus. Peti jenazah inilah yang kemudian melalui proses penyegelan sebelum dibawa ke tempat peristirahatan terakhir.
Proses ini sesungguhnya menyentuh tradisi pemakaman Paus yang sudah berabad-abad lamanya. Umumnya, seorang Paus dimakamkan dalam tiga lapisan peti mati. Yaitu peti kayu siprus di bagian dalam, disusul peti dari seng atau timbal, dan terakhir peti luar dari kayu ek atau elm.
Setiap lapisan peti memiliki makna simbolis dan fungsi tertentu, termasuk pengawetan. Namun, Paus Fransiskus, dengan karakternya yang menolak kemegahan duniawi, memilih pendekatan yang lebih sederhana.
Ia secara eksplisit menginginkan tata cara pemakaman yang minim ornamen dan lebih fokus pada identitasnya sebagai pelayan dan murid Kristus. Keputusan menggunakan peti jenazah tunggal yang hanya dilapisi seng di dalamnya adalah cerminan langsung dari keinginan kuat beliau.
Informasi yang diperoleh, lapisan seng pada peti jenazah memiliki fungsi praktis yang penting, yakni membantu proses pengawetan jasad dengan menjadikannya kedap udara. Ini adalah elemen fungsional yang tetap dipertahankan dalam praktik pemakaman, terlepas dari penyederhanaan jumlah lapisan peti mati.
Sumber-sumber di Vatikan, seperti dikutip oleh media internasional, menjelaskan bahwa penyederhanaan ini bertujuan untuk lebih menekankan bahwa pemakaman seorang Paus adalah prosesi untuk seorang gembala umat, bukan perayaan kekuasaan dunia.
Pilihan peti jenazah berlapis seng ini, bukan tiga peti berlapis, menjadi simbol kuat dari warisan kesederhanaan yang ia anut.
Jadi, penggunaan lembaran seng pada peti jenazah Paus Fransiskus bukanlah sekadar prosedur teknis semata. Di baliknya tersimpan makna mendalam, sebuah pesan terakhir dari Paus Fransiskus tentang kerendahan hati dan kesederhanaan, yang ia manifestasikan bahkan hingga akhir hayatnya.
Bahkan, ia memilih untuk tidak disemayamkan di atas katafalque, sebuah panggung tinggi yang biasa digunakan dalam pemakaman paus di Basilika Santo Petrus.
Tradisi pemakaman paus biasanya dilakukan di Grotto Vatikan, tempat para pendahulunya disemayamkan. Namun, Paus Fransiskus mengambil langkah berbeda. Berdasarkan laporan dari Reuters, ia memilih Basilika Santa Maria Maggiore di Roma sebagai tempat peristirahatan terakhirnya.
Keputusan ini tidak lepas dari kedekatannya dengan Basilika tersebut. Sepanjang kepemimpinannya, ia sering berkunjung ke sana untuk berdoa sebelum dan setelah perjalanan ke luar negeri. Tempat ini memiliki makna emosional yang mendalam baginya, sehingga tidak mengherankan jika akhirnya ia memilihnya sebagai lokasi pemakaman. (Zonalima.com)