Tatkala kabar duka Bunda Iffet tersiar, jagat musik Indonesia seolah terdiam sejenak, diselimuti mendung yang pekat. Sabtu malam 26 April 2025, menjadi penanda berpulangnya sesosok perempuan yang begitu lekat di hati, Iffet Veceha Sidharta, atau yang akrab kita sapa Bunda Iffet.
Mari menengok sejenak menelusuri jejak perjalanan singkat dari profil Bunda Iffet yang dilahirkan pada 12 Agustus 193. Sebuah perjalanan hidup Bunda Iffet telah membawanya bertemu dengan Sidharta Manghurudin Soemarno, sosok yang kemudian dipersuntingnya pada 8 Januari 1961.
Sidharta, perlu dicatat, datang dari lingkungan yang tak asing dengan urusan publik. dia merupakan putra dari Soemarno Sosroatmodjo, gubernur pertama yang memimpin Ibu Kota Jakarta.
Dari pernikahan ini, Bunda Iffet dan Sidharta membangun keluarga dan dikaruniai empat orang anak, salah satunya kelak kita kenal sebagai Bimbim, pentolan Slank.
Ibunda dari Bimbim, penggebuk drum Slank yang tak kenal lelah itu, telah mengembuskan napas terakhirnya. Usianya genap 87 tahun ketika Sang Khalik memanggilnya pulang. Kepergiannya ini bukan sekadar kehilangan seorang ibu bagi Bimbim, atau seorang istri bagi almarhum suaminya.
Bunda Iffet adalah pilar, nafas yang menjaga Slank tetap hidup dan berdiri tegak hingga hari ini. Duka ini sungguh adalah duka kita bersama, duka bagi setiap nada yang pernah lahir dari Potlot. Mari sejenak kita tundukkan kepala, mengenang jasa dan ketulusan hati seorang Bunda yang luar biasa.
Sosok tangguh Bunda Iffet ternyata lebih dari sekadar ibu bagi Bimbim. Sungguh ia adalah denyut nadi, pilar yang menegakkan perjalanan panjang Slank. Kita tahu, ia seolah tak terpisahkan dari legenda itu.
Kepergiannya? Ah, duka itu bukan hanya milik keluarga besar Potlot, bukan pula terbatas pada lingkaran Slank saja. Rasanya, jutaan Slankers di mana pun berada, ikut merasakan sayatan kehilangan yang dalam itu.
Mari kita merenung sejenak, betapa besar peran seorang ibu yang mengawal bukan hanya anak kandungnya, tapi juga jiwa sebuah band yang telah menjadi bagian hidup banyak orang.
Bunda Iffet, ya, kita mengenalnya begitu, “Bunda” yang tulus merangkul bukan hanya Bimbim, tapi juga seluruh jiwa di Slank. Ia hadir bukan sekadar manajer di balik layar. Bunda Iffet menjadi semacam mercusuar, penunjuk jalan di tengah badai yang kerap menghantam. Ingatlah, perjalanan Slank bukan tanpa riak, bukan tanpa hempasan gelombang.
Industri musik punya pasang surutnya, dan hidup pun begitu, penuh liku. Di sanalah Bunda Iffet berdiri teguh, membimbing, menarik mereka saat limbung, menguatkan saat rapuh. Dedikasi dan keteguhan hatinya itulah yang menempa Slank, membentuk mereka menjadi sebongkah karang yang kokoh.
Hadirnya sebuah band (Slank) tak hanya menghasilkan musik, tapi juga punya gaung, pengaruhnya begitu terasa hingga kini. Pantaslah kita menunduk sejenak, meresapi betapa kehadiran seorang “Bunda” ternyata bisa sedahsyat itu dampaknya.
Mari kita alihkan pandangan sejenak ke Gang Potlot di Jakarta Selatan. Di sanalah, sebuah rumah sederhana berdiri menjadi saksi bisu yang merekam setiap denyut, setiap nada, dan setiap tetes keringat perjuangan Slank sejak mula.
Lebih dari sekadar markas, tempat itu adalah kawah candradimuka, rumah kedua di mana para personel Slank melebur, menempa mental, dan menemukan siapa diri mereka sesungguhnya di tengah riuh rendahnya proses kreatif.
Di rumah itulah, peran Bunda Iffet terwujud begitu nyata, begitu melekat. Berbagai sumber menuturkan, ia tak hanya menjalankan fungsi manajerial yang mengatur segala urusan band. Lebih dari itu, ia menjelma menjadi sosok sentral yang mengayomi dengan sentuhan keibuan.
Bayangkan, di balik dinding-dinding Potlot itu, seorang Bunda dengan sabar membimbing, mendengarkan keluh kesah, dan memastikan bara semangat di dada anak-anak Slank tetap menyala. Ia adalah jangkar di tengah gelombang, meneduhkan sekaligus memberi kekuatan untuk terus berlayar mengarungi samudra musik Indonesia.
Kehangatan rumah di Potlot, dipadu dengan ketegasan penuh kasih seorang Bunda Iffet, sungguh membentuk karakter Slank yang kita kenal. Urakan namun tulus, penuh pemberontakan namun peduli. Ini bukan sekadar cerita sebuah band, ini adalah kisah tentang sebuah keluarga yang tumbuh di bawah tatapan penuh cinta.
Nah, bicara soal jejak langkah Bunda Iffet bersama Slank, ada satu titik yang tak bisa kita lewatkan, sebuah masa krusial yang menunjukkan betapa kuatnya pilar bernama Bunda itu. Kita tahu, era 90-an menjadi masa kelam Slank saat terperosok dalam jurang narkoba. Di sinilah Bunda Iffet menguji nyali, menunjukkan keteguhan yang luar biasa.
Ia tak diam berpangku tangan melihat “anak-anaknya” tersesat. Dengan berani, Bunda mengambil langkah-langkah drastis, mengerahkan segenap tenaga dan pikirannya untuk menarik Slank keluar dari lembah hitam adiksi yang mematikan itu.
Tentu saja hal ini bukan perkara mudah. Namun Ia tak segan menerapkan disiplin yang ketat, bahkan membatasi ruang gerak, menjauhkan mereka dari segala hal yang bisa kembali menyeret jatuh. Mungkin terkesan keras, tapi di sanalah letak kehebatan kasih sayangnya seorang ibu yang begitu besar dan dibarengi ketegasan karena ingin melihat anak-anaknya selamat.
Bunda Iffet mendampingi Bimbim, Kaka, dan yang lainnya melewati masa-masa paling sulit dalam hidup mereka, membimbing mereka sedikit demi sedikit menemukan kembali pijakan. Upaya gigih inilah, seperti yang dicatat berbagai sumber (ya, sejarah mencatatnya!), yang menjadi penentu segalanya.

Tanpa perjuangan Bunda di masa kelam itu, bisa jadi Slank yang kita kenal hari ini tidak akan pernah ada. Sebuah pengorbanan yang patut membuat kita terdiam dan merenung: betapa cinta seorang ibu bisa menyelamatkan sebuah legenda.
Lewat “tangan dingin” seorang Bunda Iffet, gruo musik Slank bukan cuma berhasil lolos dari jurang kehancuran yang mengancam di masa lalu. Lebih dari itu, mereka justru bangkit, berdiri tegak, menjadi semakin solid dan kian kuat menghadapi kerasnya zaman. Kita saksikan sendiri, di bawah bimbingannya, Slank menorehkan jejak yang panjang dan berarti di panggung musik negeri ini.
Mereka hadir bukan dengan kemasan fatamorgana, melainkan dengan karya-karya yang terasa jujur, merasuk, dan begitu dekat di hati rakyat kebanyakan. Musik mereka bicara apa adanya, cerminan jiwa yang ditempa di Potlot.
Bunda Iffet, tak bisa dimungkiri, memainkan peran kunci dalam menjaga Slank agar tetap pada jalurnya. Menjaga keutuhan mereka sebagai sebuah keluarga musik, dan memelihara citra positif yang kini melekat. Beliau adalah benteng yang melindungi, sekaligus kompas yang mengarahkan.
Tak heran, pantaslah kiranya jika sosok beliau begitu dihormati oleh personel Slank dan para Slankers, tapi juga oleh banyak pihak yang paham betul betapa besar sumbangsihnya. Kehadirannya mengingatkan kita, bahwa di balik hingar bingar panggung dan sorot lampu, ada ketulusan dan kekuatan seorang ibu yang menjadi pondasi kokoh sebuah legenda. Ini bukan sekadar cerita sukses, ini adalah pelajaran tentang keteguhan, cinta, dan arti sebuah dedikasi.
Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Akhirnya, tiba jua saatnya kita melepas kepergian sosok yang begitu kita hormati ini. Bunda Iffet meninggal dunia, sang istri almarhum Sidharta Manghurudin Soemarno kini telah menuntaskan perjalanannya di dunia.
Kepergian beliau tentu saja menyisakan duka yang mendalam, bukan hanya bagi keluarga terdekat, tapi juga bagi kita semua yang pernah tersentuh oleh kisahnya.
Seperti diberitakan, jasad Bunda Iffet telah dikebumikan siang ini di TPU Karet Bivak. Sebuah tempat peristirahatan terakhir, menjadi penanda berpisahnya raga, namun tidak dengan kenangan dan teladan yang ia tinggalkan.
Bagi jutaan Slankers di seluruh penjuru tanah air, dan bahkan mungkin dunia, kenangan akan Bunda Iffet yang hangat, yang selalu mengayomi, akan terus hidup. Sosoknya akan terus menjadi inspirasi, menguatkan jalinan kebersamaan yang telah ia pupuk sekian lama di antara mereka.
Bunda Iffet telah menunjukkan kepada kita semua, dengan cara yang paling nyata dan mengharukan, betapa dahsyatnya kekuatan cinta seorang ibu. Cinta yang bukan hanya merawat darah daging sendiri, tapi juga merangkul, membimbing, dan menyelamatkan jiwa-jiwa kreatif yang ia anggap seperti anak sendiri.
Sungguh, ia adalah bukti hidup bahwa cinta yang tulus, dibarengi keteguhan hati, benar-benar mampu mengubah dunia di sekelilingnya, membentuk sebuah legenda yang akan terus dikenang dari generasi ke generasi. Selamat jalan, Bunda. Damailah engkau di sisi-Nya. Alfatehah buat Bunda Iffet. (Zonalima.com) T_T