Tom Lembong Ajak JPU Berpikir Soal Impor Gula Bukan Untuk Industri, Begini Faktanya!

Aris Ha

Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan, tampil dengan argumen yang tajam dalam persidangan kasus dugaan korupsi impor gula.

Terdakwa dalam perkara dugaan kasus suap impor gula ini meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk berpikir menggunakan logika mereka.

Tom Lembong kemudian mendesak JPU untuk menampilkan saksi yang berasal dari pekerja Kementerian Perindustrian.

Selanjutnya, Tom mengajak JPU berpikir lebih logis terkait tuduhan yang mengarah kepadanya.

Menurut Tom, kebijakan impor gula yang ia buat tidak melanggar aturan, melainkan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Tom menyebutkan kedua saksi dari Kementerian Perindustrian (Edy Endar Sirono dan Cecep Saulah Rahman) tidak merespons tuduhan JPU.

Hal ini karena kasus impor gula yang dituduhkan kepadanya untuk memenuhi permintaan pasar sangat bersaing.

Oleh karena itu, kedua saksi ini hanya menyatakan bahwa tak terdapat rekomendasi impor gula dari Kementerian Perindustrian kepada mereka dalam rangka memenuhi permintaan pasar bersubsidi.

Pada saat itu, Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan selama 2015 hingga tahun 2016.

Tom Lembong memaparkan: “Logika ya, logika. Jika mengimpor gula untuk keperluan industri maka harus ada rekomendasi dari Kementerian Perindustrian”.

“Namun, jika pengimportan gula dilakukan tidak bertujuan industri, bagaimana kaitannya dengan Kementerian Perindustrian?” ungkap Tom seperti yang diberitakan.

Tom juga mempertanyakan relevansi saksi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam kasus ini.

Ia menegaskan bahwa, jika impor gula tidak ditujukan untuk industri, maka tidak ada kaitannya dengan Kemenperin.

Dalam sidang tersebut, Tom Lembong pun mengajukan pertanyaan ke saksi Edy Endar tentang hal itu.

Yakni, apakah dia secara pribadi telah melihat sendiri insiden yang menjadi pokok pembicaraan pada hari itu.

Namun, Edy dengan tegas mengatakan bahwa ia tidak secara langsung melihat rekomendasi yang disarankan oleh Kemenperin.

Menurut Edy, hal ini karena pada waktu impor gula berlangsung, dirinya belum menempati posisi di sektor itu.

“Buatku itu agak memusingkan,” kata Tom Lembong, atau Thomas Trikasih Lembong.

Di samping itu, Tom juga mengatakan bahwa saksi tidak harus dianggap sebagai ahli saat pertanyaan tentang kriteria impor gula sesuai dengan aturan Menteri Perdagangan diajukan.

“Keterangan saksi tersebut juga menunjukkan bahwa ia kurang mengerti tentang dampaknya bila disebutkan memiliki tanggung jawab sebagaimana direkomendasikan oleh Menteri Perindustrian”.

“Jika aturan Menteri Perdagangan ini dibaca sepenuhnya, maka dapat dipastikan bahwa klaim semacam itu adalah tidak tepat,” ujarnya.

Selain itu, Tom menekankan bahwa kebijakan impor gula yang ia buat justru menguntungkan petani.

Dengan kebijakan tersebut, petani dapat menjual gula dengan harga lebih tinggi dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

Hal ini, menurutnya, menunjukkan bahwa kebijakan tersebut tidak hanya sah, tetapi juga memberikan dampak positif bagi sektor pertanian.

Menurut laporan, Tom Lembong diketahui tidak mengontrol proses pendistribusion gula untuk membentuk stok dan menstabilkan harga gula.

Hal itu seharusnya diatur oleh Badan Usaha Milik Negara melalui kegiatan operasi pasar atau pasar bersaing.

Tom dinyatakan bukan mengarah pada perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai penjamin ketersediaan dan stabilitas harga gula.

Akan tetapi malah merujuk kepada Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI-Polri, INKOPPOL (Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia), PUSKOPOL (Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia), serta INKOPKAR (Induk Koperasi Kartika).

Juru kampanye mengatakan pula bahwa Tom telah merilis surat izin untuk pengimporan gula Kristal Mentah (GKM) tanpa adanya catatan dari pertemuan koordinator antara berbagai departemen.

Selanjutnya, sesuai penjelasan jaksa, Tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian, Tom Lembong mengeluarkan surat Pengakuan Impor atau Persetujuan Impor untuk GKM tersebut.

Namun dalam pembelaannya, Tom juga mengungkapkan rasa herannya mengapa ia menjadi satu-satunya terdakwa dalam kasus ini.

Ia menyebut bahwa kebijakan serupa juga dilakukan oleh menteri-menteri perdagangan lainnya pada periode yang sama.

Hal ini, menurutnya, menunjukkan adanya ketidakkonsistenan dalam proses hukum yang sedang berlangsung.

Namun demikian, Tom Lembong dituduhkan telah melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 bersama dengan Pasal 18 dari UU No. 31 tahun 1999.

Adapun pasal tersebut mengenai Penegakan Hukum Terhadap TindakPidana Korupsi serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Menurut isi pasal tersebut, tindakan Tom Lembong dianggap ilegal dan menguntungkan dirinya atau perusahaan yang menyebabkan kerugian negara senilai Rp 578 miliar. (Zonalima.com)