Tupperware Tutup Usaha Usai 33 Tahun Beroperasi di Indonesia, Ternyata Begini Faktanya

Aris Ha

Tupperware secara resmi menghentikan aktivitas bisnisnya di Indonesia pada 31 Januari 2025. Adapun perusahaan ini telah beroperasi selama 33 tahun di Indonesia.

Keputusan ini merupakan bagian dari langkah restrukturisasi global perusahaan, yang sebelumnya dikabarkan telah mengajukan mosi kebangkrutan pada September 2024.

Dalam pengumuman resminya, Tupperware menyampaikan rasa terima kasih kepada pelanggan setia, mitra bisnis, dan pihak terkait yang telah mendukung perjalanan perusahaan selama lebih dari tiga dekade.

Perusahaan ini juga mengenang momen-momen berharga yang tercipta di meja makan keluarga Indonesia, di mana produk mereka menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Akun resmi Tupperware Indonesia menegaskan bahwa 33 tahun adalah perjalanan yang panjang. Selama waktu tersebut, Tupperware aktif berperan sebagai bagian penting dari dapur, meja makan, dan momen berharga dalam kehidupan keluarga di Indonesia.

“33 tahun bukanlah waktu yang singkat. Dalam kurun waktu itu, Tupperware telah menjadi bagian dari dapur, meja makan, dan moment berharga keluarga Indonesia,” tulis laman instagram @tupperwareid pada Kamis, 10 April 2025.

“Dari bekal si kecil hingga hantaran penuh cinta, kami bangga telah menemani perjalanan Anda dengan produk yang dirancang untuk menginspirasi gaya hidup sehat, praktis, dan modern. Terima kasih atas kepercayaan dan dukungan yang telah Anda berikan selama ini,” lanjutnya.

Selain menghentikan operasionalnya di Indonesia, Tupperware juga mengambil langkah serupa di sejumlah negara lain sebagai bagian dari strategi globalnya.

“Namun, setiap perjalanan pasti memiliki akhir. Perjalanan luar biasa kami bersama keluarga Indonesia kini tiba di penghujung jalan. Tupperware Brands Corporation telah memutuskan untuk menghentikan aktivitasnya di sebagian besar negara, termasuk Indonesia,” terangnya.

Melansir dari laman Tempo.co, Perusahaan yang berbasis di Orlando, Florida, Amerika Serikat ini tampak menghadapi tekanan besar. Adapun tekanan tersebut berasal dari para pemberi pinjaman yang mengajukan mosi untuk mengubah kebangkrutan menjadi likuidasi.

Langkah tersebut memungkinkan pemberi pinjaman menyita aset perusahaan tanpa melalui proses kebangkrutan yang panjang.

Disamping itu, perusahaan ini juga menghadapi tantangan besar yang diduga akibat penurunan permintaan produk di pasar serta kerugian finansial yang terus meningkat.

Kondisi ini semakin diperparah oleh perubahan pola konsumsi masyarakat yang tampak beralih ke produk alternatif dan platform digital.

Menurut para ahli ekonomi, model bisnis Tupperware yang diketahui berbasis penjualan langsung sulit bersaing di era digital saat ini.

Padahal, perusahaan ini baru mulai memanfaatkan e-commerce secara serius pada tahun 2020-an. Namun kehadirannya dianggap terlambat untuk mengikuti perkembangan pasar.

Disamping itu, dugaan kenaikan biaya bahan baku, tenaga kerja, dan transportasi juga berkontribusi terhadap penurunan margin keuntungan perusahaan. (Zonalima.com)

Tinggalkan komentar